Selasa, 23 September 2014

Khasiat si Buruk Rupa

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdcdRyT_WrKhcXehkM9MTzNxUJGVomKx7IIRRoYcYNVv49nSLpIjo4VE40rUvo0bHAZFr9MIXZ3-j_1rBvIpZJJIlUTihmGUAtoUIXkNj08PleU4k63CHKUd5HeEF0KvFC1zg-xRsS7pI/s1600/pare2.jpg

Jangan melihat tampang pare yang buruk. Sekujur tubuh beralur tak beraturan dan berbintil-bintil, jauh dari kesan mulus. Sudah begitu rasanya pahit pula. Meski demikian, anggota famili Cucurbitaceae itu bukan kasta pare alias terendah. Di balik sosoknya, si buruk rupa itu terbukti secara ilmiah mengatasi diabetes mellitus, antibakteri, dan antivirus.

Sederet khasiat itu bukan asal klaim. Ali Liaquat dkk, periset Research Division, Bangladesh Institute of Research & Rehabilitation in Diabetes, Endocrine & Metabolic Disorders (BIRDEM), Dhakka, Bangladesh, meriset khasiat pare sebagai antidiabetes tipe II, kencing manis yang tak tergantung insulin. Ia menguji in vivo pada mencit yang diberi senyawa alloksan untuk memicu kencing manis. Dalam riset itu sekelompok mencit diberi glibenklamid, obat antidiabetes yang beredar di pasaran. Kelompok lain diberi perasan daging buah pare. Hasilnya, perasan pare mampu mengatasi kencing manis setara glibenklamid. 

Rahasianya? Kerabat mentimun itu ternyata mengandung saponin steroida yang dikenal sebagai charantin. Senyawa peptida itu mirip insulin dan alkaloida. Charantin paling banyak terdapat pada daging buah. Bagaimana duduk perkara menurunkan kadar gula darah? Air perasan buah pare meningkatkan kemampuan penyimpanan glikogen dalam hati dan merangsang sekresi insulin. Akibatnya, glukosa mudah dicerna dan tidak menumpuk dalam darah. 



Teruji klinis

Diabetes seringkali disertai komplikasi penyakit lain seperti ginjal, mata, saraf, dan pembuluh darah. Dari hasil uji pada mencit terbukti, pare mencegah komplikasi. Caranya dengan memperlamban kerusakan ginjal, saraf, lambung, katarak, dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah indikator pada penderita diabetes yang berhubungan dengan obesitas, hipertensi, dan hiperlipidemia.
Untuk meyakinkan khasiat antikencingmanis, pare juga telah menempuh uji klinis. Pengujian terhadap penderita diabetes tipe II. Setelah diberi jus pare, 86% pasien diabetes kategori menengah dan 5% pasien glukosa puasa, menurun kadar gula darahnya. Selain itu, 73% pasien juga mengalami perbaikan toleransi terhadap glukosa. Artinya, ketika pasien mengkonsumsi glukosa, tidak terjadi peningkatan sekresi insulin. Selain mengkonsumsi jus, konsumsi harian buah pare goreng juga dapat berefek serupa. 

Pada uji klinis lain, penderita diabetes diberi perlakuan dengan menyuntikkan protein murni (p-insulin) dari buah pare. Hasilnya, hanya dalam waktu 30—60 menit kadar glukosa darah menurun rata-rata 46%. Efek maksimum hipoglikemia terlihat antara 4—8 jam, tergantung jenis diabetes.

Antivirus

Pada 1996, sekelompok peneliti Amerika Serikat berhasil mengisolasi protein dari buah, biji, dan daun pare yang bernama MAP30. Hasil riset secara in vitro dan in vivo menunjukkan, senyawa itu mampu menghambat enzim HIV-integrase. Senyawa MAP30 juga berefek antikanker, seperti leukemia, payudara, tumor kulit, dan prostat. 

Untuk menguji keampuhan MAP30 pada manusia, dilakukan uji klinis terhadap pasien HIV. Hasilnya, terapi kombinasi MAP30 dengan Deksametason dan Indometasin—obat yang kerap digunakan untuk terapi infeksi HIV—dosis rendah, dapat meningkatkan efektivitas terapi. Selain itu, pare juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh sang pasien. Berkat penemuan itu, mereka mendapatkan hak paten dari pemerintah Amerika Serikat. 

Ekstrak air, etanol, dan metanol daun pare berkhasiat antimikroba dengan spektrum luas. Secara in vitro, ekstrak daun pare dapat mematikan bakteri pemicu penyakit seperti Escherichia coli, penyebab diare, Salmonella paratyphi (demam paratyphoid), Shigella dysentriae (disentri), Mycobacterium tuberculosis (TBC), dan Entamoeba histolytica (disentri amuba). Ekstrak buah pare juga dapat menghambat pertumbuhan Helicobacter pylori, penyebab gastritis atau radang lambung. Itu terbukti pada ujicoba yang dilakukan pada mencit. Dengan pemberian momordin ic—salah satu senyawa dalam pare—berdosis 10 mg/kg bobot tubuh, menghambat lesi mukosa lambung yang diinduksi alkohol. Serbuk buah pare kering yang dicampur madu juga menghambat ulkus atau luka lambung yang diinduksi asam klorida-etanol.

Asam lemak dari biji pare juga berkhasiat mengatasi hiperkolesterol. Itu terbukti pada hewan percobaan yang telah diberi asupan minyak biji bunga matahari. Setelah diberi asam lemak biji pare selama 4 minggu, peroksidasi lemak dan membran sel darah merah turun. Kandungan momordin pada buah pare juga dapat mengatasi hipertensi dengan cara memperlamban pembekuan darah. Sedangkan momordin ic dan aglikonnya, serta asam oleanolat, merupakan senyawa yang berefek antirematik.

Hati-hati

Di Indonesia, amat populer. Buah asli Asia itu kerap ditemui di pasar-pasar. Pare dikonsumsi setelah ditumis atau dikukus untuk dijadikan lalapan. Bentuk buah tanaman merambat itu khas. Permukaan kulitnya berbintil dengan bentuk tak beraturan. Warna buah putih kekuningan sampai hijau tua. Lantararan rasanya pahit, masyarakat Inggris menyebutnya bitter melon.  Meski tanaman itu tumbuh di tanahair yang beriklim tropis, pare juga tumbuh diiklim subtropis.  

Banyaknya riset tentang khasiat buah pare tentu sangat menggembirakan. Namun, yang perlu diperhatikan adalah keamanan mengkonsumsi anggota famili Cucurbitaceae itu. Hasil uji toksisitas menyebutkan, buah pare relatif aman. Pemberian dosis rendah selama 2 bulan pada binatang percobaan tidak berefek toksik pada hati, ginjal, pertumbuhan organ, dan darah. 

Pemberian ekstrak pare pada dosis tinggi bersifat toksik dan dapat menyebabkan kematian. Hasil uji pada hewan percobaan betina menunjukkan, senyawa momorcharin—protein hasil isolasi dari buah pare—dapat menggugurkan janin pada fase awal dan pertengahan kehamilan. Itu akibat terhambatnya perkembangan dinding rahim (endometrium). Oleh sebab itu, sebelum merekomendasikan penggunaan buah pare pada wanita hamil, perlu penelitian lebih mendalam. 

Penelitian pada tikus jantan menunjukkan, alfa dan beta momorcharin tidak mempengaruhi produksi testosteron. Pemberian ekstrak alkohol biji pare dengan dosis 25 mg/100 g bobot tubuh, mengurangi jumlah sel sperma tikus, tetapi tidak mempengaruhi gerak dan vitalitas sperma. Efek samping lainnya: koma hipoglikemi, kejang pada anak-anak, dan sakit kepala.
 
Meski banyak penelitian khasiat pare, perlu riset untuk menentukan dosis tepat. Dosis efektif untuk pengobatan diabetes masih terlalu besar. Sebab, bahan baku yang digunakan masih berbentuk ekstrak kasar. Oleh sebab itu, perlu penelitian lanjutan untuk memisahkan komponen aktif sehingga dosis dapat diturunkan. (Dr Abdul Mun’im Apt, Pusat Studi Obat Bahan Alam (PSOBA) Departemen Farmasi Universitas Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar